Minggu, 13 Januari 2013

Cerpen Pergi Tak Kembali



Siang itu suara ramai dikelas terdengar. Ya tentu saja karena guru matematika yaitu Pak Rohman guru paling galak di sekolah kami tidak masuk ke kelas, beliau hanya memberi tugas melalui guru piket. “Asyik pelajaran matematika bebas...” ungkap Nana. Pantas saja dia mengatakan seperti itu karena dia sangat benci dengan pelajaran matematika. Ditambah lagi tugas yang diberi sama sekali tidak di mengerti oleh kami, karna materi itu belum pernah diterangkan.

“Yah, kok Pak Rohman gga masuk sih...”. ungkap Jian, sang jagoan matematika. “Sudahlah ian, nikmati saja.. jarang-jarang kan guru ini gga masuk.” Ucapku sambil memegang pundak Jian. Bagaimana tidak kecewa Jian kan sudah dekat sekali dengan Pak Rohman bahkan kami menjulukinya sebagai anak emas Pak Rohman.

Dua jam kemudian bel tanda pulang berbunyi. “Ayi, bagaimana sebelum pulang kita main dulu kerumah Fepi ..?”. “tapi Jian besok kan banyak PR, lain kali saja yah..!”. Jawabku  menolak, karena aku sedikit benci dengan tingkah Fepi yang manja. Pulang pergi sekolah saja masih di antar jemput sama kakaknya. Padahal jarak rumah dia dengan SMK Rindaman tidak terlalu jauh, jika dibandingkan dengan rumahku. Tingkahnya juga masih kekanak-kanakan, itu yang membuat aku agak ilfil sama dia.”Yasudah lah, tapi lain waktu kamu mau kan yi?”. “Iya Jian pastiii..”. mau gga mau aku jawab begitu.Sebelum pulang terjadi ribut kecil dikelas. Seperti biasa antara Nana dan Bimo, mereka seperti tikus dan kucing yang tak pernah akur.
“Hei Bimo, kembalikan tasku, aku mau pulang cepet!!”. Teriak Nana. “enak saja kau na, ayo ambil sini kalau berani.”. “kamu pikir aku gga berani?”. Nana berjalan mendekati Bimo. “Bim, lihat tuh ada bapak kamu di diluar..”. Nana berusaha untuk mengelabui Bimo dan usahanya berhasil. Bimo langsung menengok ke pintu dan dengan cepat Nana langsung mnyerobot tasnya dari tangan Bimo. “Hahaha, dasar Bimo, badanya aja yang gede tapi otaknya kosong, gampang dikibulin..haaa”. “hahaha..” teriak anak-anak yang melihat kejadian itu. “Ah, sialan loh na, awas aja gue bales loh..”. “sok aja gue gga takut sama gajah bego kaya elu”. Ledek Nana kepada Bimo, spontan Bimo langsung mengambil potongan kecil kapur tulis dan melemparnya ke arah Nana.”slurrrr, plak”. Nana berhasil menghindar, tetapi potongan kapur itu tepat mengenai jidat Fepi. “Haha...” aku ketawa dengan puasnya. “aduh sakit.... Bimo aku gga salah apa-apa tapi kok kamu ngelempar itu ke aku sih?, yasudah kamu akan  aku aduhin ke kakak aku.”. “maaf Fepi, Bimo ngga sengaja..” Bimo langsung bergegas lari keluar kelas alias kabur. Memang dasar anak itu selain badanya aja yang gede ternyata dia juga sorang pengecut.

Ujian semester dan pembagian raport pertama di SMK telah berlalu. Hasilnya cukup memuaskan bagi kami. Tapi aku akan berusaha untuk lebih baik lagi di semester selanjutnya. Semua siswa sedang menikmati liburan semester tapi seperti biasa aku hanya terdiam dirumah.

“dreett...dreett...” hp ku bergetar tanda sms masuk tertulis dari Jian. “Ayi, Nana, dan Fepi, kita kumpul yuk, aku kangen nih sama kalian, aku tunggu kalian ditempat favorit kita sekarang.” Yah padahal hari ini aku lagi malas untuk keluar. Tapi untuk sahabat tercinta apapun akan kulakukan. Aku langsung bergegas ke kamar untuk ganti pakaian dan setelah rapi aku langsung berangkat.

Aku menduga kalau aku pasti paling telat di antara mereka. Seperti biasa kalo siang-siang begini angkot dirumahku tidak bisa diajak kerjasama, kalau tidak ditunggu pasti pada lewat, tapi kalau ditunggu lamanya minta ampun. “huft, lama sekali sih angkotnya, terpaksa jalan deh gue.”

“tiiiin...tiiin” suara klakson motor Nana, dia tepat berada dibelakang aku ketika aku lagi berjalan. “Yuk kita berangkat bareng aku tau kok tujuan kita pasti sama.” Tanpa berpikir panjang aku lansung naik dan meluncurr. Ternyata hari ini aku beruntung bertemu Nana di jalan, bisa hemat ongkos plus datang tepat waktu. Kira-kira 15 menit perjalanan, akhirnya kita samapi juga ditempat tujuan. Terlihat Jian sedang duduk di kursi pnjang putih, kita pun langsung menemuinya. “Hai Jian, aku kangen banget sama kamu..” tuturku sambil memeluk Jian. “iya Jian aku juga  sama, maaf ya Jian kami telat.” “iya ngga papa kok”. Jawab Jian dengan wajah yang agak murung, seperti sedang mengalami masalah.

“bay the way, si Fepi kemana yah??” tanya Nana. “Ah mungkin dia nunggu kakaknya untuk mengantarnya kesini, dia kan gga berani sendiri.” Jawabku.
“hmm, bener juga katamu yi, tapi kayanya wajah kamu ggan biasa Jian? Kalo ada masalah cerita aja, gga usah malu-malu!” bujuk Nana kepada Jian
“Masalahnya bukan di aku, tapi Fepi.” Jelas Jian
“Emang Fepi kenapa Jian??” tanyaku penasaran
“Fepi sekarang sedang dirawat dirumah sakit sudah 3 hari, alergi dia kumat..”
“Astaghfirullah, kok kita gga dikasih kabar sih??” tanya Nana
“Aku saja barusan dapet kabar dari kakaknya Fepi, maka dari itu aku mengajak kalian untuk kumpul.”
“Ya sudah jangan diperpanjang, lebih baik kita sekarang jenguk Fepi di rumah sakit.” Ajak aku

Kami pun segera berangkat menuju rumah sakit tempat Fepi dirawat. Setibanya di rumah sakit kami melihat Ibu Fepi sedang duduk di samping anaknya. “Assalamu’alaikum, maaf bu ganggu” ucap kami bertiga.”Wa’alikumsalam, eh kalian, ngga kok kalian ngga ngeganggu, silahkan masuk, kehadiran kalian sudah ditunggu sama Fepi.” Ibu Fepi langsung membangunkan Fepi yang sedang tertidur hingga terbangun. “Kalau begitu, Ibu tinggal dulu yah, ibu titip Fepi sama kalian.” “iya bu!” jawab kami. Keadaan Fepi sangat memprihatinkan entah sejak kapan dia sakit, kami pun tak tahu.

“Fepi, kenapa kamu gga bilang ke kita, kalau kamu punya alergi serius yang bisa membahayakan jiwa kamu.” Tanya Jian. “Aku ngga mau menyusahkan kalian, jadi aku ngga pernah cerita pada kalian”. Jawab Fepi. Sekarang aku sadar kenapa dia sangat dimanja oleh keluarganya, aku menyesal telah berfikiran buruk terhadap Fepi, dan sempat aku membenci dia. Aku dan yang lain langsung meminta maaf atas kesalahan yang pernah kubuat terhadap Fepi. Dan Fepi pun sebaliknya kita semua terharu dengan keadaan Fepi, dia begitu lemah. Hari sudah semakin sore, kami berpamitan pulang pada ibu Fepi yang selalu setia menemani anaknya.

Liburan sekolah telah habis, hari ini hari pertama kami masuk sekolah di semester kedua. Aku, Jian dan Nana sudah mempersiapkan sesuatu untuk Fepi, karena kabarnya Fepi sudah pulang dari rumah sakit dan dia akan masuk sekolah seperti biasa. “Gimana Na, Sudah siap?” tanyaku pada Nana. “sudah dong, kita tinggal menunggu kedatangan Fepi..!!”. Jawab Nana dengan wajah yang begitu sumringah. Pelajaran pertama sebentar lagi di mulai, tetapi Fepi tak kunjung datang. Dua menit kemudian masuklah Bu Enwi, guru BP kami. Kami pikir beliau cuma ingin memberi masukan dan nasehat yang biasa beliau berikan kepada kelas kami dan juga kelas lainnya.

“Assalamu’alaikum,”. Ucap Bu Enwi ketika masuk ke kelas kami.“Wa’alaikumsalam.” Jawab kami satu kelas. Tanpa basa-basi bu Enwi langsung menyampaikan sesuatu. “anak-anak kali ini Ibu membawa berita buruk untuk kalian.”.
“Berita apa Bu??” Jawab kami penasaran.
“Barusan Ibu dapet kabar, bahwa teman kalian yang bernama Fepi, telah menghadap sang ilahi robbi.” Serentak semua siswa kaget mendengar berita itu. Apalagi aku, karena kemaren aku masih sempat teleponan dengan Fepi. “Ibu pasti bohong kan, Fepi gga mungkin pergi secepat itu bu!!!” Ucapku sambil mengeluarkan air mata. “Tidak ayi, ibu tidak berbohong ini semua kenyataan, kalau begitu mari kita bersama-sama mendoakannya, berdo’a mulai...”. semua siswa tidak menyangka kalau Fepi akan pergi secepat itu. “selesai..., baik, ibu juga harus memberi kabar pada kelas lain, Assalamu’alaikum.” Bu Enwi cepat bergegas pergi meninggalkan kelas kami. Sementara kami menangis terharu, karena masih tak percaya dengan kenyataan ini begitupun aku. Tanpa berpikir panjang kami langsung keluar kelas dan pergi menuju rumah Fepi untuk bertakziah. Terlihat ibu Fepi yang sangat sedih karena kepergian anak bungsunya yang begitu cepat. Aku hanya bisa berdo’a agar dia diterima disisimu dan mendapatkan surgaMu. AminJ
Memang benar kata orang-orang umur seseorang tidak ada yang tahu, kalu sudah waktunya mau sakit, sehat, tua, muda, bahkan yang masih bayi pun jika sudah waktunya pasti akan kembali keasalnya. Saat itu juga aku teringat pesan Ibuku “selama kita masih bernafas, kerjakanlah semua perintah-Nya, lakukanlah hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, dan jangan kau sia-siakan orang yang telah mewarni hari-harimu, karena penyesalan selalu datang diakhir.”

END

Keinginan Sumber Semangatku


            Terlihat dibalik jendela seorang gadis manis yang bernama Renya sedang melamun. Ia memikirkan masalah yang terjadi pada keluarganya. Ayahnya sedang sakit keras sejak satu minggu yang lalu. Terpaksa ibunya harus menggantikan posisi sang ayah sebagai tulang punggung keluarga. Pagi-pagi ibu Renya harus berjualan di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar uang sekolah anak-anaknya. Renya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Renya mempunyai seorang kakak laki-laki yang sudah dua tahun merantau tapi sampai sekarang tidak memberi kabar sama sekali, dan seorang adik perempuan yang masih duduk di kelas satu smp.
           Pesta ulang tahun Arini sangat meriah, semua anak-anak bersenang-senang mengikuti acara pesta yang telah disusun dengan meriahnya. Arini adalah anak orang kaya dan anak tunggal, apapun yang dia mau pasti ia dapatkan, karena orang tuanya selalu memanjakan dia. Dia juga baik dan cantik bak bidadari turun dari langhit jadi tidak heran kalau dia jadi primadona disekolah. Renya datang ke acara pesta ini bersam Yusmi, teman dekatnya. Renya sangat kagum dengan penampilan Arini. Renya pun langsung menemui Arini dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Arini menyambutnya dengan senyuman manis dan berterimakasih pada Renya.
            Kebiasaan buruk Renya setiap pagi ini terulang lagi, dia bangun kesiangan yang menyebabkan dia telat masuk sekolah. Padahal jam weker sudah bunyi sejak jam 5 pagi, tapi Renya hanya terbangun sebentar untuk sekedar mematikannya. Ketika ibu mebangunkannya jam sudah menunnjukkan setengah tujuh. Renya langsung geragapan, tanpa basa-basi dia langsung menuju kamar mandi, mandinya pun tidak lama mungkin hanya sekedar untuk membasahi tubuhnya saja. Setelah rapi dia langsung berangkat sekolah. “Bu, Renya berangkat yah! Assalamu’alaikum.” Sambil mencium tangan Ibunya. Jarak rumah Renya dengan sekolah tidak terlalu jauh, dia lari sekencang-kencangnya. “pak satpaaammm, tungguu!!” teriak Renya. “ayo cepat masuk, sebentar lagi pelajaran dimulai.” Sahut Pak satpam. “iya pak, makasih.” Jawab Renya.
            Kali ini Renya masih beruntung karena pak satpam lagi berbaik hati padanya. Renya melihat Pak Jeno sedang menuju kelasnya. Renya pun langsung lari agar tidak disetrap Pak Jeno, guru paling kiler di sekolahnya. “huh, baru juga nyantai, eh udah di ajak lari lagi, nasib gue hari ini kurang baik.” Keluh rena saat memasuki kelasnya. Sekejap semua temannya tertuju pada Renya, karena penampilannya yang kurang rapih akibat berangkat sekolah lari-lari, tapi Renya tidak memperdulikannya. “Ren, kamu mandi gga sih??” tanya Yusmi teman sebangku Renya. “ya udah dong, tapi cuma sekedar membasahi badan aja hehe...” jawab Renya. “gila luhh, pantes aja bau, penampilan juga serabutan gitu kaya anak gga keurus.” Komentar Yusmi pada Renya. Guru kiler pun masuk, “keluarkan bugu tugas kalian!” pinta Pak jeno. Semua siswa mengeluarkan buku tugasnya, kecuali Renya. “Renya, mana buku tugasmu?” tanya pak Jeno. “itu pak, anu buku saya ketinggalan.” Jawab Renya. “apa? Ketinggalan! Pasti tadi malam kamu tidak belajarkan?” tanya Pak Jeno lagi. Dengan polosnya renya menjawab “hehe, iya pak, kan tadi malem habis pesta di rumah Arini, terus saya pulangnya agak malem pak. Nyampe rumah ngantuk, jadi langsung tidur pak, hehe maap ya pak... tapi janji deh gga bakalan ulangi ini lagi, sekali lagi maap ya Pak please!” pinta Renya dengan wajah memelas pada Pak Jeno. “alah, banyak alasan kau.. kamu tetap bapak hukum, silahkan kamu berdiri didepan sampai pelajaran saya selesai. Cepetan!” Perintah Pak Jeno kepada Renya. “iiiiiiiiya pak...” Renya langsung bergegas ke depan kelas.
            Bel pulang pun berbunyi, seluruh murid bergegas keluar kelas untuk pulang kerumah masing-masing. Tetapi tidak bagi Renya ia harus bekerja membantu ibunya berjualan di pasar untuk menebus obat ayahnya.
            “Bu, Renya bantu yah.” 
            Ibunya menjawab “kamu kan harusnya dirumah, jaga adik dan ayah.”
            “Yah ibu, adik kan udah gede jadi ga usah dijaga lagi.”
            “ya sudah kalau itu mau kamu, kamu bantu ibu melayani pelanggan.”
            “Ok bu J
            Hari ini dagangan Ibu Renya laris manis, jadi mereka pulang tidak terlalu sore. “Bu, uang segini cukup kan buat beli obat ayah?” tanya Renya. “iya, segitu cukup” jawab ibunya. “yasudah ibu pulang aja, biar Renya yang menebus obat ayah di apotek”. Ibu Renya kelihatan terharu dengan sikap Renya yang begitu perhatian “kamu hati-hati di jalan yah!”. “Iya ibu, ibu juga hati-hati yah.” Ibunya hanya menganggukkan kepala dan Renya langsung pergi ke apotek.
            Sampai depan rumah Renya terdiam dan bingung karena banyak orang dirumahnya. Akhirnya Renya menanyakan kepada Ibu Sina, tetangga dekatnya “bu, mau nanya kok rumah saya banyak orang?” Ibu Sina langsung memeluk Renya dan mengatakan “Yang sabar ya nak, ini cobaan buat keluarga kamu satu jam yang lalu ayahmu menghembuskan nafas terakhirnya.” Sekejap Renya langsung melepaskan peluka ibu Sina dan langsung lari masuk kerumahnya. Terlihat didalam rumah ibu dan adiknya tak kuasa menahan tangis atas kepergian ayahnya begitu pun dengan Renya. “ayaaaahhhhhh....” teriak Renya. “Renya yang sabar nak, ibu dan adik juga sedih dengan kepergian ayahmu.” Bujuk ibunya agar Renya merelakan kepergian ayahnya.
            Tiga hari setelah kepergian ayahnya Renya mulai sadar bahwa kepergian ayahnya bukanlah akhir dari segalanya. Renya mulai menjalani aktivitas sehari-harinya seperti biasa. Setelah sebelumnya ia hanya termenung dikamar. Ibu nya pun kagum dengan semangatnya. Ujian kelulusan akan segera dilaksanakan. Renya belajar keras agar lulus dengan nilai yang memuaskan dan bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi ibunya tidak sanggup untuk membiayai kuliahnya.
“ibu tenang saja, Renya akan tetap kuliah dengan jalan beasiswa. Renya akan berusaha untuk mendapatkan beasiswa di universitas ternama di kota ini.”
“Ibu bangga punya anak seperti kamu nak, walaupun sampai sekarang kakak kamu tiada kabar.”
“makasih bu, mungkin kakak lagi sibuk dengan pekerjaannya jadi tidak sempat untuk mengabari kita. Renya yakin bu, suatu saat kakak pasti pulang.”
“hidup ini memang banyak rintangan nak, tetapi asal kita ikhlas menjalaninya pasti kita bisa melewati rintangan itu.”
“Iya bu, Renya jadi semakin yakin kalau Renya pasti bisa mendapatkan beasiswa itu.”
“iya ibu juga yakin, semangatmu memang tinggi. Do’a ibu selalu menyertaimu.”
“terima kasih ibu.” Renya dan ibunya berpelukan.
            Empat hari Renya melaksanakan ujian kelulusan dan tibalah saatnya untuk pengumuman kelulusan. Sangat tidak menduga ternyata Renya mendapat nilai tertinggi di sekolahnya. Akhirnya tanpa mengikuti tes seleksi untuk mendapatkan beasiswa, ternyata universitas yang diinginkan Renya menawarkan beasiswa. Berita gembira ini langsung disampaikan kepada ibunya. Ibunya langsung memeluk Renya sambil menangis bahagia dan berkata “terima kasih ya allah, engkau telah mengabulkan keinginan anak hamba. Walaupun ayah mu telah tiada, Ibu yakin ayah pasti bangga denganmu nak”. Keesokan harinya Renya bersama ibunya pergi ke universitas tersebut untuk menerima beasiswa yang ditawarkan. “Selamat Renya mulai saat ini kamu sudah menjadi mahasiswa di universitas ini” ucap sang dosen yang akan mengajarinya selama ia menjadi mahasiswa di universitas tersebut. 
            Akhirnya dengan bekal tekad dan semangat yang kuat Renya berhasil kuliah di universitas yang ternama di kotanya. Renya berharap adiknya pun bisa sepertinya. Renya juga berharap kakaknya bisa segera memberi kabar agar ibu tidak khawatir lagi akan keadaannya. “Tetaplah tersenyum ketika dunia memberimu seribu alasan untuk bersedih karena kamu mempunyai sejuta alasan untuk tersenyum. Semangatku adalah detak jantungku, Merah darahku adalah tekadku. Itulah seuntai kata terungkap dari jiwaku. Dengan seulas senyum adalah pesona jiwa mewakili perasaan.” Itulah motivasi Renya dalam menghadapi rintangan yang menghadangnya.


JTAMATJ

Post Pertama Ku

Hallo sobat . . . sekarang saya udah punya blog, yaa walaupun cuma blog gratisan
Ini tulisan pertama di blog ku, penting ga sih postingan ini? menurut saya sih ngga
tapi ga papakan sobat, buat coba-coba maklum masih amatir. Buat blog ini pun masih dibantu sama mbah Google, terima kasih banyak mbah google atas bantuanya hihi next....
Lewat blog ini insyaallah saya akan memposting tentang hal-hal yang bermanfaat bagi sobat,,
sebenarnya saya udah lama ingin buat blog, tapi baru kesampean sekarang. tak apalah yang penting sekarang saya sudah punya blog. Saya bingung mau ngepost apa di post-an pertama ini, belum ada inspirasi nih sobat so jadilah postingan pertama yang seperti ini haha :D
Mohon bantuan kritik dan sarannya yah sobat :)