Siang itu suara ramai dikelas terdengar. Ya tentu
saja karena guru matematika yaitu Pak Rohman guru paling galak di sekolah kami
tidak masuk ke kelas, beliau hanya memberi tugas melalui guru piket. “Asyik
pelajaran matematika bebas...” ungkap Nana. Pantas saja dia mengatakan seperti
itu karena dia sangat benci dengan pelajaran matematika. Ditambah lagi tugas
yang diberi sama sekali tidak di mengerti oleh kami, karna materi itu belum
pernah diterangkan.
“Yah, kok Pak Rohman gga masuk sih...”. ungkap Jian,
sang jagoan matematika. “Sudahlah ian, nikmati saja.. jarang-jarang kan guru
ini gga masuk.” Ucapku sambil memegang pundak Jian. Bagaimana tidak kecewa Jian
kan sudah dekat sekali dengan Pak Rohman bahkan kami menjulukinya sebagai anak
emas Pak Rohman.
Dua jam kemudian bel tanda pulang berbunyi. “Ayi,
bagaimana sebelum pulang kita main dulu kerumah Fepi ..?”. “tapi Jian besok kan
banyak PR, lain kali saja yah..!”. Jawabku menolak, karena aku sedikit benci dengan
tingkah Fepi yang manja. Pulang pergi sekolah saja masih di antar jemput sama
kakaknya. Padahal jarak rumah dia dengan SMK Rindaman tidak terlalu jauh, jika
dibandingkan dengan rumahku. Tingkahnya juga masih kekanak-kanakan, itu yang
membuat aku agak ilfil sama dia.”Yasudah lah, tapi lain waktu kamu mau kan
yi?”. “Iya Jian pastiii..”. mau gga mau aku jawab begitu.Sebelum pulang terjadi
ribut kecil dikelas. Seperti biasa antara Nana dan Bimo, mereka seperti tikus
dan kucing yang tak pernah akur.
“Hei Bimo, kembalikan tasku, aku mau pulang
cepet!!”. Teriak Nana. “enak saja kau na, ayo ambil sini kalau berani.”. “kamu
pikir aku gga berani?”. Nana berjalan mendekati Bimo. “Bim, lihat tuh ada bapak
kamu di diluar..”. Nana berusaha untuk mengelabui Bimo dan usahanya berhasil.
Bimo langsung menengok ke pintu dan dengan cepat Nana langsung mnyerobot tasnya
dari tangan Bimo. “Hahaha, dasar Bimo, badanya aja yang gede tapi otaknya
kosong, gampang dikibulin..haaa”. “hahaha..” teriak anak-anak yang melihat
kejadian itu. “Ah, sialan loh na, awas aja gue bales loh..”. “sok aja gue gga
takut sama gajah bego kaya elu”. Ledek Nana kepada Bimo, spontan Bimo langsung
mengambil potongan kecil kapur tulis dan melemparnya ke arah Nana.”slurrrr,
plak”. Nana berhasil menghindar, tetapi potongan kapur itu tepat mengenai jidat
Fepi. “Haha...” aku ketawa dengan puasnya. “aduh sakit.... Bimo aku gga salah
apa-apa tapi kok kamu ngelempar itu ke aku sih?, yasudah kamu akan aku aduhin ke kakak aku.”. “maaf Fepi, Bimo
ngga sengaja..” Bimo langsung bergegas lari keluar kelas alias kabur. Memang
dasar anak itu selain badanya aja yang gede ternyata dia juga sorang pengecut.
Ujian semester dan pembagian raport pertama di SMK
telah berlalu. Hasilnya cukup memuaskan bagi kami. Tapi aku akan berusaha untuk
lebih baik lagi di semester selanjutnya. Semua siswa sedang menikmati liburan
semester tapi seperti biasa aku hanya terdiam dirumah.
“dreett...dreett...” hp ku bergetar tanda sms masuk
tertulis dari Jian. “Ayi, Nana, dan Fepi, kita kumpul yuk, aku kangen nih sama
kalian, aku tunggu kalian ditempat favorit kita sekarang.” Yah padahal hari ini
aku lagi malas untuk keluar. Tapi untuk sahabat tercinta apapun akan kulakukan.
Aku langsung bergegas ke kamar untuk ganti pakaian dan setelah rapi aku
langsung berangkat.
Aku menduga kalau aku pasti paling telat di antara
mereka. Seperti biasa kalo siang-siang begini angkot dirumahku tidak bisa
diajak kerjasama, kalau tidak ditunggu pasti pada lewat, tapi kalau ditunggu
lamanya minta ampun. “huft, lama sekali sih angkotnya, terpaksa jalan deh gue.”
“tiiiin...tiiin” suara klakson motor Nana, dia tepat
berada dibelakang aku ketika aku lagi berjalan. “Yuk kita berangkat bareng aku
tau kok tujuan kita pasti sama.” Tanpa berpikir panjang aku lansung naik dan
meluncurr. Ternyata hari ini aku beruntung bertemu Nana di jalan, bisa hemat
ongkos plus datang tepat waktu. Kira-kira 15 menit perjalanan, akhirnya kita
samapi juga ditempat tujuan. Terlihat Jian sedang duduk di kursi pnjang putih,
kita pun langsung menemuinya. “Hai Jian, aku kangen banget sama kamu..” tuturku
sambil memeluk Jian. “iya Jian aku juga
sama, maaf ya Jian kami telat.” “iya ngga papa kok”. Jawab Jian dengan
wajah yang agak murung, seperti sedang mengalami masalah.
“bay the way, si Fepi kemana yah??” tanya Nana. “Ah
mungkin dia nunggu kakaknya untuk mengantarnya kesini, dia kan gga berani
sendiri.” Jawabku.
“hmm, bener juga katamu yi, tapi kayanya wajah kamu
ggan biasa Jian? Kalo ada masalah cerita aja, gga usah malu-malu!” bujuk Nana
kepada Jian
“Masalahnya bukan di aku, tapi Fepi.” Jelas Jian
“Emang Fepi kenapa Jian??” tanyaku penasaran
“Fepi sekarang sedang dirawat dirumah sakit sudah 3
hari, alergi dia kumat..”
“Astaghfirullah, kok kita gga dikasih kabar sih??”
tanya Nana
“Aku saja barusan dapet kabar dari kakaknya Fepi,
maka dari itu aku mengajak kalian untuk kumpul.”
“Ya sudah jangan diperpanjang, lebih baik kita
sekarang jenguk Fepi di rumah sakit.” Ajak aku
Kami pun segera berangkat menuju rumah sakit tempat
Fepi dirawat. Setibanya di rumah sakit kami melihat Ibu Fepi sedang duduk di
samping anaknya. “Assalamu’alaikum, maaf bu ganggu” ucap kami
bertiga.”Wa’alikumsalam, eh kalian, ngga kok kalian ngga ngeganggu, silahkan
masuk, kehadiran kalian sudah ditunggu sama Fepi.” Ibu Fepi langsung
membangunkan Fepi yang sedang tertidur hingga terbangun. “Kalau begitu, Ibu tinggal
dulu yah, ibu titip Fepi sama kalian.” “iya bu!” jawab kami. Keadaan Fepi
sangat memprihatinkan entah sejak kapan dia sakit, kami pun tak tahu.
“Fepi, kenapa kamu gga bilang ke kita, kalau kamu
punya alergi serius yang bisa membahayakan jiwa kamu.” Tanya Jian. “Aku ngga
mau menyusahkan kalian, jadi aku ngga pernah cerita pada kalian”. Jawab Fepi. Sekarang
aku sadar kenapa dia sangat dimanja oleh keluarganya, aku menyesal telah berfikiran
buruk terhadap Fepi, dan sempat aku membenci dia. Aku dan yang lain langsung
meminta maaf atas kesalahan yang pernah kubuat terhadap Fepi. Dan Fepi pun
sebaliknya kita semua terharu dengan keadaan Fepi, dia begitu lemah. Hari sudah
semakin sore, kami berpamitan pulang pada ibu Fepi yang selalu setia menemani
anaknya.
Liburan sekolah telah habis, hari ini hari pertama
kami masuk sekolah di semester kedua. Aku, Jian dan Nana sudah mempersiapkan sesuatu
untuk Fepi, karena kabarnya Fepi sudah pulang dari rumah sakit dan dia akan
masuk sekolah seperti biasa. “Gimana Na, Sudah siap?” tanyaku pada Nana. “sudah
dong, kita tinggal menunggu kedatangan Fepi..!!”. Jawab Nana dengan wajah yang
begitu sumringah. Pelajaran pertama sebentar lagi di mulai, tetapi Fepi tak
kunjung datang. Dua menit kemudian masuklah Bu Enwi, guru BP kami. Kami pikir
beliau cuma ingin memberi masukan dan nasehat yang biasa beliau berikan kepada
kelas kami dan juga kelas lainnya.
“Assalamu’alaikum,”. Ucap Bu Enwi ketika masuk ke
kelas kami.“Wa’alaikumsalam.” Jawab kami satu kelas. Tanpa basa-basi bu Enwi
langsung menyampaikan sesuatu. “anak-anak kali ini Ibu membawa berita buruk
untuk kalian.”.
“Berita apa Bu??” Jawab kami penasaran.
“Barusan Ibu dapet kabar, bahwa teman kalian yang
bernama Fepi, telah menghadap sang ilahi robbi.” Serentak semua siswa kaget
mendengar berita itu. Apalagi aku, karena kemaren aku masih sempat teleponan
dengan Fepi. “Ibu pasti bohong kan, Fepi gga mungkin pergi secepat itu bu!!!”
Ucapku sambil mengeluarkan air mata. “Tidak ayi, ibu tidak berbohong ini semua
kenyataan, kalau begitu mari kita bersama-sama mendoakannya, berdo’a mulai...”.
semua siswa tidak menyangka kalau Fepi akan pergi secepat itu. “selesai...,
baik, ibu juga harus memberi kabar pada kelas lain, Assalamu’alaikum.” Bu Enwi
cepat bergegas pergi meninggalkan kelas kami. Sementara kami menangis terharu,
karena masih tak percaya dengan kenyataan ini begitupun aku. Tanpa berpikir
panjang kami langsung keluar kelas dan pergi menuju rumah Fepi untuk
bertakziah. Terlihat ibu Fepi yang sangat sedih karena kepergian anak bungsunya
yang begitu cepat. Aku hanya bisa berdo’a agar dia diterima disisimu dan
mendapatkan surgaMu. AminJ
Memang
benar kata orang-orang umur seseorang tidak ada yang tahu, kalu sudah waktunya
mau sakit, sehat, tua, muda, bahkan yang masih bayi pun jika sudah waktunya
pasti akan kembali keasalnya. Saat itu juga aku teringat pesan Ibuku “selama
kita masih bernafas, kerjakanlah semua perintah-Nya, lakukanlah hal-hal yang
baik dan bermanfaat bagi orang lain, dan jangan kau sia-siakan orang yang telah
mewarni hari-harimu, karena penyesalan selalu datang diakhir.”
END